Terancam Tsunami 34 Meter Imbas Megathrust, Jawa Punya Buoy?

Alat peringatan dini tsunami merupakan buoy pada selatan Jawa yang mana terancam gempa  tak ada yang dimaksud mana bergerak buntut urusan kebijakan pemerintah anggaran. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, lalu Geofisika () tak risau.

Sebelumnya, para ahli merilis studi pada Oktober 2022 perihal kemungkinan tsunami hingga 34 meter pada selatan Jawa lalu Sumatra yang bersumber dari patahan megathrust. BMKG pun terus melakukan sosialisasi antisipasi bencana ini dalam kawasan pesisir selatan.

Peneliti pada dalam Pusat Riset Kebencanaan Geologi dalam Badan Riset serta Inovasi Nasional (BRIN) Iyan Turyana mengungkapkan alat deteksi tsunami yang mana hal itu disebar di dalam area enam titik lepas pantai selatan Jawa sudah tiada lagi beroperasi atau tanpa kejelasan.

“Terakhir Desember 2021 ada enam buah Buoy, di-deploy saat instansi kami masih bernama BPPT (Badan Pengkajian lalu Penerapan Teknologi). Setelah menjadi BRIN kemudian pendanaan untuk buoy itu tak ada dilanjutkan oleh BRIN,” ungkap dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/8).

Menurutnya, BRIN saat ini sudah bukan lagi mengucurkan dana baik untuk pembuatan Buoy maupun sekadar untuk perawatan.

“Enam Buoy itu terbuang dalam laut tiada dapat dibawa bahkan sudah tiada beroperasi lagi lantaran umurnya belaka 1 tahun,” katanya.

Padahal, kata dia, teknologi deteksi tsunami sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 93 tahun 2019 tentang Penguatan juga Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi lalu Peringatan Dini Tsunami.

Berdasarkan Perpres itu, Iyan menyebut seharusnya BRIN bisa jadi jadi meminta-minta dana untuk pengembangan atau hanya sekali sekali sekadar pemeliharaan.

Walau buoy sudah bukan ada lagi beroperasi, Iyan menyebut masih ada deteksi tsunami yang tersebut itu mampu digunakan, namun dengan wadah digital kabel dalam dalam wilayah berbeda.

“Satu deteksi kabel yaitu di area dalam NTT di tempat tempat Labuan Bajo, itu yang tersebut berfungsi serta sampai sekarang masih berfungsi sistem kabel ini,” katanya.

Penggunaan deteksi tsunami lewat kabel itu disebut Iyan terbilang tidak ada mahal sebab cuma mengeluarkan biaya data.

Sebelumnya, Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Adrin Tohari mengaku mengevaluasi teknologi buoy, yang punya nama resmi InaBuoy, dengan dalih anggaran.

“Berkaitan dengan buoy kita melihat perlu mengevaluasi supaya lebih, katakan low-cost, bisa saja jadi efektif lalu juga sebagainya, sehingga teknologi yang digunakan kita hadirkan dapat langsung pada dalam manfaatkan,” ujar dia pada Jakarta, Rabu, (22/2).

“Jadi kita enggak berhenti pada sini, kita terus berinovasi untuk menggalang kemandirian teknologi kebencanaan,” akunya.

Kepala Organisasi Riset Elektronika lalu Informasi BRIN Budi Prawara menjelaskan satu perangkat Buoy yang digunakan hal tersebut dilepas dalam beberapa orang perairan Indonesia mampu belaka merogoh uang negara hingga Rp1 miliar per unit.

“Harga buoy-nya sendiri aja komplet sistem di area dalam atas Rp1 miliar, belum deploy-nya itu pakai kapal, itu operasionalnya segitu,” kata dia.

Lokasi buoy pendeteksi tsunami itu antara lain disebar pada dalam lautan dekat Bengkulu, laut dekat anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, laut selatan Pangandaran, selatan Jawa Timur, laut selatan Bali, juga laut selatan Waingapu pada Sumba Timur.

“Memang ini mau kita tarik, kalau yang tersebut digunakan pada Gunung Krakatau sudah kita tarik dikarenakan memang itu ada kendala posisinya berubah terus,” tandas Budi, saat itu.

Tide gauge

Tanpa buoy, BMKG mengaku masih bisa menerapkan sistem peringatan dini tsunami lewat ratusan alat lain yang tersebut dimaksud masih berfungsi. Rinciannya, 240 unit alat tide gauge buat deteksi tsunami, 5 unit tsunami gauge, juga 36 data Automatic Weather Station (AWS).

“Kita punya 320 tambahan banyak alat sensor yang dimaksud hal tersebut masih beroperasi. Kalau terhenti cuma tujuh unit, itu enggak berpengaruh banyak,” kata Koordinator Bidang Informasi Gempabumi kemudian juga Peringatan Dini Tsunami BMKG Iman Fatchurochman, dikutip dari detikcom, Jumat (3/2).

BMKG mengoperasikan Ina-TEWS atau Indonesia-Tsunami Early Warning System sejak 2008. Di dalamnya, data-data yang dimaksud dimaksud dipasok dari alat-alat berbagai instansi, termasuk data-data dari buoy milik BRIN, yang pada masa lalu dikelola BPPT.

“Sejak dibangun buoy itu, banyak terjadi kehilangan buoy, utamanya akibat vandalisme lalu kerusakan,” kata Iman.

Buoy-buoy itu ada pada lautan dekat Bengkulu, laut dekat anak Gunung Krakatau, Selat Sunda, laut selatan Pangandaran, selatan Jawa Timur, laut selatan Bali, serta laut selatan Waingapu pada Sumba Timur.

“Dalam perjalanannya, dalam BMKG sendiri kita jarang sekali mendapatkan data rekaman tsunami dari buoy itu sendiri sebetulnya. Karena, pas ada tsunami buoy-nya sudah enggak ada (rusak/mati),” tutur Iman.

disadur dari CNN Indonesia /Tekno

Tinggalkan komentar